MESTAKUNG - Semesta Mendukung

Seingat saya, di pertengahan tahun 1991, saya ditanya oleh Kepala Biro Personalia (sekarang posisi itu disebut Group Head Human Resources Development atau Human Capital). Pertanyaannya, “Kamu kan sudah lama di Biro Pengawasan (Internal Audit), mau saya pindah ke cabang sebagai pimpinan, mau gak?” Perlu diketahui, saat itu saya bekerja di sebuah bank milik pemerintah. Pertanyaan itu saya jawab “Kalau boleh jangan di cabang dalam negeri ya pak. Bukan sebagai pimpinan pun, asal di cabang luar negeri, saya mau.” Jawab si Kepala Biro, “Wah kalau cabang luar negeri, itu kewenangan Direktur yang membidangi.”

Itulah cuplikan dari percakapan saya dengan Kepala Biro Personalia pada saat itu. Tetapi percakapan itu telah berdampak dalam bentuk tumbuhnya keinginan, atau bahasa kerennya impian (dream) dalam diri saya untuk bisa bekerja di salah satu cabang luar negeri. Akibatnya, sejak itu hampir setiap hari saya ucapkan keinginan atau mimpi itu kepada siapa saja, mulai dari teman sejawat, atasan, dan tentunya juga ke istri saya. Perlu diketahui, bank tempat saya bekerja memiliki cabang-cabang di New York (dan Cayman island), London, Hongkong, dan Singapore.

Yang menarik, setelah saya menolak tawaran Kepala Biro Personalia itu, saya malah dipindah ke Biro Sistem dan Teknologi (IT), dengan alasan sebagai Kepala Bagian IT Audit, saya adalah orang yang paling tepat untuk ikut mengevaluasi control dalam sistem komputer yang sedang dibangun dan juga untuk memimpin pemutakhiran semua manual yang ada, sehubungan dengan dimulainya program komputerisasi di semua kegiatan bank, yang sebelumnya masih manual.

Selain proses pemindahan saya ke back-office, yang artinya sulit untuk kembali ke front-office (Bagian kredit, marketing atau ke cabang-cabang), saya juga mendapat penolakan dari istri saya, yang takut untuk pindah ke luar negeri pada saat itu.

Pada suatu kesempatan di awal 1993, saya dan istri berkesempatan bersilaturahmi ke rumah Direktur yang membidangi cabang-cabang luar negeri, dimana saya sempatkan untuk mengutarakan keinginan bisa ditempatkan di salah satu cabang luar negeri yang ada. Jawaban dari beliau itu sangatlah menarik. Katanya, “Kamu tidak bisa ditempatkan sebagai pimpinan di cabang luar negeri, karena kamu belum pernah menjabat sebagai Kepala Cabang di dalam negeri, nilai TOEFL mu belum mencapai 450, dan masalah yang paling berat adalah, kamu sudah dipindah ke back-office.” Ada kebijakan bank, bahwa yang sudah berada di jalur back-office akan tetap di back-office untuk meningkatkan spesialisasi di bidang tersebut.

Kenapa saya katakan jawaban itu menarik? Karena penolakan itu ternyata tidak menyurutkan saya untuk mempertahankan impian saya, bahkan hal itu semakin memperbesar keyakinan saya bahwa impian itu akan segera terpenuhi. Saya ikuti kursus Bahasa Inggris di beberapa tempat, dan bahkan memanggil guru ke rumah. Saya pelajari kegiatan-kegiatan cabang luar negeri. Seakan-akan saya sedang mempersiapkan diri untuk menerima perwujudan impian yang semakin terlihat seakan-akan sudah semakin dekat waktunya.

Bahkan saya berani memperkatakan kata-kata iman kepada anak saya yang paling tua, yang pada saat itu baru lulus SD Hati Suci dan minta dimasukkan ke SMP Santo Bellarminus di Jalan Lombok Menteng. Saya katakan masuk saja ke kelas 1 SMP yang baru dibuka oleh Yayasan Hati Suci yang lokasinya pas di belakang rumah dinas tempat kami tinggal. Saya katakan kepadanya, percuma masuk ke Bellarminus, karena sebentar lagi kita akan pindah.

Juga yang menarik adalah istri saya, yang tadinya takut membayangkan untuk pindah ke luar negeri, menjadi tertantang oleh penolakan Direksi Luar Negeri itu. Setiap minggu dia selalu menitipkan doa mengenai impian saya di Persekutuan Doa yang diikutinya. Istri saya ikut mengimani impian saya untuk pindah ke luar negeri akan berwujud.

Sampai satu hari di pertengahan 1993, saya sedang mengikuti kursus di Puncak, salah satu Kepala Bagian di Biro Personalia, menelepon hanya untuk memberitahukan kalau impian saya telah dijawab oleh Tuhan melalui keputusan Direksi untuk menempatkan saya di Kantor Cabang New York, USA. Karena dia juga tahu kalau di tempatkan di salah satu cabang di luar negeri adalah impian saya.
Berita itu saya terima bukan sebagai satu berita yang sifatnya surprise, tetapi lebih sebagai konfirmasi atas keyakinan saya akan dipindah ke Kantor Cabang Luar Negeri.

Sekalipun demikian, saya tetap mencari tahu apa penyebab bisa dipindahkannya saya dari back-office di Kantor Pusat ke cabang Luar Negeri, ke cabang New York pula.
Ternyata, Kantor Cabang New York baru saja diperiksa oleh Superintendent of Bank, State of New York, dan mendapat nilai buruk. Badan Pemeriksa itu mengirim surat ke Kantor Pusat mengenai kondisi cabang yang jauh dari memuaskan, disertai ancaman akan ditutup jika semua kekurangan yang ada, yaitu kredit macet, administrasi kredit tidak baik, semua manual sudah usang dan tidak pernah di-up-date sejak cabang didirikan, laporan akunting sering salah dan terlambat sehingga beberapa kali kena penalty, dan cabang diminta untuk segera menerapkan Risk Management serta memiliki Compliance Officer, maka Kantor Cabang New York.

Akibatnya, Biro Personalia diminta untuk menginventarisasi pejabat yang punya latar belakang pengalaman sebagai Kepala Cabang dalam negeri, sebagai audit, di akuntansi, pernah menjadi analis kredit, dan yang pernah mengelola buku procedur manual.

Menurut teman yang menyampaikan berita itu, hanya muncul nama saya sebagai yang paling memenuhi hampir semua syarat yang ada, kecuali syarat pernah jadi Kepala Cabang Dalam Negeri. Tetapi karena tidak ada nama lain yang memenuhi syarat tersebut, maka sayalah yang dipilih dengan syarat untuk sementara saya menjabat sebagai Wakil Kepala Cabang untuk 2 tahun dan baru naik menjadi Kepala Cabang untuk periode 2 tahun berikutnya. 

Jadilah saya sekeluarga pindah ke New York pada bulan Oktober 1993.

Peristiwa di atas yang terjadi sebelum teori MESTAKUNG dipopulerkan oleh Prof. Yohanes Surya, Ph.D. ini mau mengkonfirmasi akan kebenaran dari adanya dukungan semesta (tentu saja oleh Tuhan yang menggunakan alam semesta) untuk mendukung impian kita.

Dalam hal ini Tuhan, melalui Superintendent of Bank, State of New York, telah mewujudkan impian saya. Tentunya dengan syarat:

  1. Ada impian yang besar dan tidak memudar dan bahkan semakin mewujud justru ketika kondisi terlihat semakin tidak mendukung,
  2. Pada setiap kesempatan yang ada, kita harus menceritakannya kepada siapapun, mulai dari keluarga, sahabat, teman sejawat dan siapa saja. Ini semacam afirmasi kita kepada alam semesta,
  3. Mempersiapkan diri sebelum kesempatannya datang, sebagaimana yang dikatakan oleh Zig Ziglar: “Success occurs when opportunity meets preparation,”
  4. Jika Anda telah berkeluarga, maka pasangan hidup kita pun harus ikut mengimani impian kita. Sama seperti halnya Sara istrinya Abraham yang hamil ketika ikut mengimani untuk punya anak, demikian juga ketika istri saya ikut mengimani impian saya maka impian itu pun semakin pasti akan terwujud. (Hebrew 11: 11 - Through faith also Sara herself received strength to conceive seed, and was delivered of a child when she was past age, because she judged him faithful who had promised).

Dengan kesaksian saya yang mau mengkonfirmasi kebenaran teori MESTAKUNG, saya lebih percaya kepada hukum Semesta Mendukung dibandingkan hukum daya tarik (the law of attraction).





Comments